Menu

Mode Gelap

News

Ini Sebabnya di Arab Lebih Dahulu Merayakan Idul Fitri

badge-check


					Ini Sebabnya di Arab Lebih Dahulu Merayakan Idul Fitri Perbesar

Kaum muslimin di Indonesia saat ini tengah sunter membicarakan di Arab Saudi lebih dahulu merayakan Idul Fitri 1440 Hijriah. Namun taukah bahwa perbedaan waktu antara Arab Saudi dan Indonesia lebih cepat 4 jam dari Arab Saudi.

Misalnya, saat ini di Indonesia adalah hari Selasa (4/6/2019) pukul 15.00 WIB, maka di Saudi masih pukul 11.00 WIB. Banyak orang kemudian menganggap bahwa hal ini menunjukkan waktu di Indonesia lebih cepat 4 jam dari pada Arab Saudi.

Tapi kenapa justru Arab Saudi duluan merayakan Idul Fitri, sementara kita di Indonesia harus menunggu besoknya?. Penjelasan-penjelasan tentang hal ini sebenarnya telah banyak disampaikan oleh para ulama dan pakar, di Aceh, Indonesia, hingga mancanegara.

Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Tgk Muslim Ibrahim MA, dalam sebuah kesempatan beberapa waktu lalu pernah menyampaikan bahwa perbedaan Idul Fitri, di mana Arab Saudi lebih duluan daripada Indonesia, salah satunya karena yang menjadi ukuran dari penetapan penanggalan dalam Islam adalah penampakan bulan (qamariah), bukan matahari (syamsyiah atau GMT).

Jadi, ketika pada malam tanggal 29 Ramadhan, ternyata bulan syawal tidak terlihat, maka puasa digenapkan menjadi 30 hari, meski kemudian bulannya terlihat pada malam. Hal ini didasarkan kepada perintah Rasulullah dalam hadits Sahih yang berbuyi “Berpuasalah kalian karena melihatnya, berbukalah kalian karena melihatnya.”

Penjelasan tentang duluan Idul Fitri di Arab Saudi ini juga disampaikan penulis puluhan buku serial Diskusi Tasawuf Modern, Agus Mustofa. Pria yang akrap disapa Pak AM ini menjelaskan, menurut perhitungan ijtimak alias konjungsi, ‘habisnya bulan Ramadhan 1440 H’ terjadi pada Senin, 3 Juni 2019 pukul 10:02 GMT atau pukul 17:02 WIB, yakni sebelum datangnya Magrib, pukul 17:21 WIB.

Menurut Pak AM, bulan Ramadhan 1440 H sudah habis 19 menit sebelum Maghrib pada Senin 3 Juni 2019, dengan usia bulan Ramadhan tahun ini 29 hari. Sedangkan sisanya, yang 19 menit itu adalah penggenapan. Sehingga bisa dikatakan, bulan Ramadhan 1440 H ini berusia 29 hari 19 menit.

Masalahnya, tulis Pak AM yang berlatar belakang pendidikan Teknik Nuklir Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta ini, ketinggian hilal yang hanya berusia 19 menit itu sangat tipis di atas horizon khususnya bagi pengamat yang ada di Indonesia bagian barat.

Ketika dirukyat saat Magrib, dengan peralatan secanggih apa pun, hilal pasti tidak kelihatan dari permukaan bumi wilayah Indonesia Barat. Karena, akan tersilaukan oleh cahaya matahari yang sangat berimpit dengan bulan.

Bukan hanya bagi perukyat, bagi pelaku hisab hakiki pun ketinggian hilal yang berusia hanya 19 menit itu, juga tidak wujud ketika dilihat dari wilayah Indonesia bagian tengah. Apalagi, dari Indonesia bagian timur. Karena, tertutup oleh lengkungan bumi.

Semakin ke timur, posisi hilal semakin jauh di bawah horizon. Itulah sebabnya, meskipun di wilayah Indonesia barat posisi hilal sudah wujud di atas horizon, tetapi karena sedemikian tipisnya, sehingga tidak wujud di WITA dan WIT, maka Muhammadiyah pun memutuskan menggenapkan puasa Ramadhan 1440 H menjadi 30 hari. (eno)

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Wagub Cik Ujang Ajak Pemuda Sumsel Jadi Penentu Sejarah Bangsa Pada Momen Hari Sumpah Pemuda

28 Oktober 2025 - 18:11 WIB

Empowering Indonesia Report 2025: AI Berdaulat Jadi Fondasi Pertumbuhan Menuju Indonesia Emas 2045

28 Oktober 2025 - 12:02 WIB

Palembang Segera Miliki Mini Zoo, Ratu Dewa Tinjau Dua Pilihan Lokasi

28 Oktober 2025 - 11:00 WIB

Harga Kebutuhan Pokok Stabil, Ratu Dewa Pastikan Stok Aman

28 Oktober 2025 - 08:04 WIB

Dua Raperda Inisiatif DPRD Sumsel Dapat Dukungan Penuh Pemprov, Cik Ujang Hadiri Rapat Paripurna XXIV

27 Oktober 2025 - 23:33 WIB

Trending di News