Perbankan memiliki peranan lebih dari sekedar lembaga keuangan, salah satunya tugasnya sebagai sarana peningkatan literasi dan inklusi keuangan di Indonesia. Direktur Departemen Kebijakan Makro Prudensial Bank Indonesia, Yanti Setiawan, perlu ada dorongan semua pihak, agar lembaga pebankan tetap ada secara fisik dan dimanfaatkan, terutama di daerah pelosok.
“Kantor perbankan secara fisik harus tetap ada, terutama di daerah pelosok. Karena, kehadiran bank secara fisik yang dilengkapi dengan sumber daya manusia-nya dinilai dapat juga memberikan edukasi langsung kepada masyarakat di daerah,” katanya pada kegiatan Bank Indonesia Nangkring Bareng Blogger dan Mahasiswa di Palembang, yang diadakan di Kuto Besak Teater Restaurant, Kamis (4/7/2019).
Yanti bilang, kegiatan ini bagian dari edukasi yang dilakukan Bank Indonsia (BI) terhadap pelajar dan mahasiswa, agar dapat menjadi pendorong. Sebab, ehadiran bank secara fisik yang dilengkapi dengan sumber daya manusia-nya dinilai dapat juga memberikan edukasi langsung kepada masyarakat di daerah.
“Era digital ini membuat keberadaan bank secara fisik tidak terlalu diperlukan. Tapi keberadaan bank di pelosok daerah masih diperlukan, karena banyak daerah di pelosok belum mengenal digital,” tuturnya.
Saat ini tingkat literasi keuangan di daerah masih rendah. Dimana, berdasarkan data yang berhasil dihimpun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kantor Regional 7 Sumbagsel melansir dari 8,2 juta penduduk Sumatra Selatan baru 2,6 juta atau 31,64% jiwa yang telah terliterasi dan menggunakan produk dan jasa keuangan per Juli 2018.
Sementara sisanya yakni 3,4 juta jiwa sudah menggunakan produk jasa keuangan namun belum mengetahui atau terliterasi dengan baik terkait produk dan jasa tersebut. Saat ini, Bank Indonesia terus mendorong tingkat literasi dengan mengkaji, salah satunya meminta perbankan agar lebih aktif untuk menyalurkam kredit, terutama pada UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah).








