3 Cara Mengatasi RuminationPada Anak Korban Broken Home

0

Urban ID - class="p1">Amalia Juniarly. S.Psi., M.A., Psikolog 

Dosen Program Studi Psikologi, FK Unsri

 

Palembang – Perceraian adalah peristiwa hebat yang sangat memengaruhi kehidupan anak, dimana perceraian dapat menciptakan kesedihan dan perasaan kehilangan bagi mereka.

Angka perceraian di Indonesia terus meningkat, dimana ada 444.358 talak dan cerai yang terjadi di Indonesia pada tahun 2018, dan menunjukkan peningkatan sebesar 28.848 kasus dari tahun 2017.

Beberapa dampak negatif yang muncul pada anak setelah perpisahaan kedua orangtuanya, antara lain meningkatnya gangguan mental selama satu dekade terakhir dan biasanya anak dengan orangtua yang bercerai cenderung mengalami masalah perilaku seperti memiliki pendidikan yang rendah, mengalami penyalagunaan zat, dan melakukan kejahatan.

Reaksi awal anak ketika menghadapi perceraian orangtua antara lain kaget, marah, sedih, menyalahkan orangtua atau pihak yang menyebabkan perceraian.

Beberapa anak, khususnya remaja melakukan perenungan ketika menghadapi situasi yang sulit seperti ini dan dalam istilah psikologi ini disebut sebagai rumination.

Namun perenungan yang mereka lakukan ini justru berfokus pada konten yang negatif, merugikan secara kejiwaan karena tidak dapat dikontrol, serta pikiran berulang tentang apa yang menjadi penyebab, dan dampak negatif dari suatu kejadian atau peristiwa yang  pernah terjadi di masa lalu dan juga yang terjadi saat ini, hingga pada akhirnya membuat remaja mengalami tekanan emosional.

Beberapa ahli menyatakan bahwaruminationberdampak bagi individu seperti menyebabkan depresi, memiliki pikiran yang negatif, dan buruk dalam melakukan penyelesaian masalah. Bahkan menurut penelitian ruminationdapat menyebabkan bunuh diri.

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi rumination. Pertama,dengan menggunakanmindfulness berupa selalu berpikir positif dan memandang sebuah masalah secara positif juga.

Latihan mindfulnessdapat dilakukan dengan latihan pernapasan secara perlahan agar pikiran tidak tersita oleh kenangan masa lalu atau ketakutan akan masa depan. Remaja juga dapat belajar untuk melepaskan ketegangan, dan stres yang dirasakan.

Rasa sakit, tegang, dan stres yang dirasakan dapat hilang dengan bantuan relaksasi. Selain itu, sebaiknya remaja menerapkanmindfulness dalam kegiatan sehari-hari dengan terus memikirkan hal-hal positif yang akan terjadi dalam kehidupan selanjutnya.

Cara kedua untuk mengatasi rumination adalah menggunakan reflectiondengan melakukan perenungan terhadap masalah yang terjadi agar dapat menghasilkan solusi dan bisa lebih adaptif serta lebih netral dalam menilai segala sesuatu yang terjadi dalam hidup.

Reflection dapat dilakukan dengan melakukan perenungan terhadap pengalaman atau kesalahan masa lalu yang disertai dengan introspeksi diri agar menjadi pribadi yang lebih baik dimasa depan.

Dengan melakukan reflection remaja dapat menilai dirinya, baik dari sisi positif maupun negatif.  Reflection juga bisa membantu remaja melakukan perubahan positif dalam kehidupan sehari-hari dengan mengamati dan mengevaluasi keputusan di waktu yang lalu, sehingga dapat mengembangkan diri dan mengambil keputusan yang bijaksana terkait kehidupan yang akan dijalani setelah kedua orangtua berpisah dan tidak tinggal bersama mereka lagi.

Cara ketiga yang dapat dilakukan untuk mengurangi ruminationadalah dengan cara memotivasi diri. Remaja yang mampu memotivasi diri diharapkan dapat mencapai tujuan dalam hidupnya, menguasai diri dalam situasi yang sulit dan tetap dapat berkreasi di masa-masa sulit hidupnya setelah perpisahan orangtua.

Namun, menjadi termotivasi itu sulit, terutama ketika remaja berada dalam keadaan stres atau depresi setelah perpisahan kedua orangtuanya.

Merasa buruk karena kehilangan motivasi dapat membuat masalah menjadi lebih buruk dan terus membuat remaja berpikiran negatif.

Untuk mengatasinya remaja sebaiknya mencoba untuk mengidentifikasi pikiran negatif ini dan menghindarinya. Mengganti pikiran negatif secara sadar dengan kata-kata positif diperkirakan akan dapat mengurangi ketakutan, kemarahan, kekhawatiran, atau kesedihan yang muncul akibat pemikiran negatif.

Misalnya dengan mengatakan pada diri sendiri secara berulang bahwa “semua akan baik-baik saja, semua bisa diatasi, saya bisa tetap melanjutkan hidup meski kedua orangtua berpisah, Tuhan punya rencana terbaik untuk hidup saya, ini mungkin yang terbaik buat kedua orangtua saya dan kehidupan saya juga” dan sebagainya.

Ketika remaja merasa sedih, tidak termotivasi, ataupun marah, sebaiknya jangan memberi kesempatan untuk memikirkan perasaan itu. Sebaiknya remaja dapat melakukan beberapa hal positif untuk mengembalikan kehidupannya menjadi normal seperti sebelum kedua orangtua berpisah, misalnya bangun pagi dengan semangat, merapikan tempat tidur, mandi dan segera ganti pakaian, melakukan tindakan spontan, mengunjungi mal, toko buku, bioskop atau teman, memasak, menulis cerpen, melakukan hobi yang disukai, mendandani diri sendiri dan dapat juga melakukan lebih banyak aktivitas fisik, seperti berolahraga.

Usaha-usaha diatas dapat dilakukan remaja dalam menghadapi situasi sulit  dalam kehidupannya setelah perpisahan orangtua, sehingga kehidupan yang dijalani akan lebih baik dan lebih positif.

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here