Urban ID - class="p1">Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) menilai Pemilihan Umum (Pemilu) serentak yang pertama kali dilaksanakan di Indonesia mendapatkan banyak catatan-catatan hitam dalam prosesnya.
Ketua Bidang RISTEK PB HMI 2018-2020 Hary Sukma Pradinata mengatakan Pilpres dan Pileg yang dilakukan secara bersamaan ini telah banyak memakan korban. Tercatat, kurang lebih 550 Jiwa korban meninggal dunia serta 1000 lebih petugas.
Menurutnya, Pemilu serentak ini mengalami sakit selama proses pemilu. Ditambah lagi, dugaan-dugaan kecurangan yang dilakukan secara Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM) pada pemilihan Pilpres sehingga menarik perhatian dunia.
Pasalnya, hal ini mengakibatkan kelompok yang merasa dicurangi menuntut sebuah keadilan tentang hasil pemilu tahun ini.
Bentuk penolakan yang dilakukan oleh salah satu pendukung paslon Pilpres berupa Aksi Damai yang dihadiri ribuan masa dalam menuntut keadilan dari hasil pemilu 2019.
Dalam aksi damai itu juga menyimpan catatan buruk bagi sejarah pasalnya Aksi tersebut mengakibatkan sekitar 8 Orang meninggal dunia dan ratusan orang mengalami luka-luka.
Beberapa korban tersebut terlihat mengalami luka tembakan oleh peluru tajam, beberapa juga mengalami luka pukul oleh tindakan represif keamanan yang melakukan pengamanan saat aksi damai tersebut.
Ditambah lagi dalam aksi tersebut oknum kepolisian juga merusak mobil dan melakukan penganiayaan kepada tim medis dari Dompet Dhuafa dan hilal merah Indonesia, bukankah dalam Hukum Internasional hal tersebut dilarang meskipun dalam kondisi perang sekalipun ini jelas merupakan bentuk pelanggaran HAM.
Ketika Konferensi Pers yang dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia (Menkopolhukam, Kapolri, TNI dll) mengatakan tidak akan menggunakan peluru tajam dalam penanganan aksi tersebut, namun fakta di lapangan ada yang tertembak hingga tembus di bagian dada, sangat disayangkan ketika apa yang disampaikan oleh pihak pemerintah sangat berbeda dengan kenyataan di lapangan, ditambah lagi banyak sekali video-video yang terekam oleh masa aksi tentang kebrutalan dan tindakan represif aparat kepolisian dalam membubarkan aksi damai tersebut.
“Kami meminta Menkopolhukam dan Kapolri tentu harus bertanggung jawab atas jatuhnya korban jiwa pada aksi tersebut,” kata Hary Sukma Pradinata, Minggu (26/5).
Selain itu, tindakan Menkopolhukam yang membuat tim asistensi hukum untuk menakut-nakuti masyarakat dalam menyampaikan pendapat semakin meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa demokrasi di negara demokrasi ini sudah tidak sesuai lagi dengan UUD 1945, padahal seharusnya seluruh masyarakat Indonesia berhak menyampaikan pendapatnya.
“Kejadian itu tentu sudah melukai sistem demokrasi masyarakat Indonesia. Kami meminta kepada Presiden RI untuk bersikap tegas untuk mencopot Kapolri dan Menkopolhukam dari jabatannya karena dinilai tidak mampu mengamankan dan melindungi masa aksi dari tindakan-tindakan represif anggotanya,” tegasnya.
PB HMI juga meminta kepada Kapolri untuk memberikan sanksi kepada oknum kepolisian yang telah secara jelas bertindak semena-mena terhadap masa aksi dan tim medis.
“Kami meminta kepada Pemimpin negeri ini untuk bertindak tegas atas segala kejadian yang sudah terjadi,” pungkasnya.