Urban ID - Daun Nipah selama ini kebanyakan dikenal hanya sebagai bahan untuk membuat atap rumah, dan anyaman. Padahal, daun dari pohon nipah yang biasa hidup di lahan gambut ini dapat diolah menjadi rokok nipah atau seperti yang biasa disebut rokok pucuk oleh warga lokal, dimana potensi pasarnya kini telah menembus mancanegara.
Potensi ekonomi itu lah yang ditangkap oleh warga di Jalan Faqih Usman, Gang Prajurit Nangyu, Kelurahan 3 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu (SU) I, Palembang. Di daerah ini, sebagian besar warganya mengandalkan pendapatan dari olahan daun nipah. Maka tak heran jika saat berada di daerah tersebut, kita akan disuguhkan banyaknya warga yang menjemur daun-daun nipah di depan rumah mereka.
Siti Hawa (59), Salah seorang pengusaha rokok nipah yang cukup terkenal di wilayah tersebut mengatakan, usaha pengolahan nipah di daerah tersebut, sebenarnya telah dilakukan sejak turun temurun. Namun, tidak semuanya mengolah daun nipah menjadi rokok, ada juga yang memilih untuk mengolah daun nipah menjadi kerajinan tangan lainya.
“Kalau saya sendiri mulai mendalami usaha rokok nipah ini sudah sekitar 14 tahun,” kata dia, saat berbincang dengan Urban.id
Dikatakan Siti, berbekal pengalaman mengolah daun nipah dari orang tua, dirinya mencoba untuk mandiri membuka usaha rokok nipah ini. Modal pertama pun tidak terlalu besar, karena hanya berasal dari kumpulan uang bekerja sebagai buruh upahan menjemur dan memotong daun nipah di tempat orang lain.
“Ya, penjualan awalnya hanya untuk permintaan sejumlah daerah, seperti Baturaja, Tanjung Enim, Prbumulih dan Kota Bumi,” kata Istri dari Hamim Abdullah ini.
Seiring berjalanya waktu, sekitar tujuh tahun lalu atau tahun 2010, anak perempuanya turut memasarkan produk dari rokok nipah ini secara online. Hal hasil, gayung pun bersambut, iklan yang dipasangnya di internet mendapatkan respon dari pembeli asal Malaysia.
“Tapi waktu itu, baru sempat jalan sekitar dua tahun, kami sempat vakum karena permintaan diputus dengan alasan kualitas yang ditawarkan rendah,” katanya.
Belajar dari pengalaman, dirinya memperbaiki kualitas dari rokok nipah yang diproduksi, alhasil sekitar tahun 2014 permintaan pasar ekspor kembali dating, bahkan tidak hanya dari Malaysia tapi juga dari Thailand.
“Untuk ekspor kami cukup kewalahan, karena kami hanya mampu memproduksi sekitar 2 ton per bulan. Sementara potensi perminaan dari dua Negara tersebut mencapai sekitar 10 ton per bulan,” katanya. Rata-rata produki sehari mencapai 100 ikat rokok.
Alasanya, keterbatasan bahan baku dan cuaca menjadi kendala untuk memenuhi permintaan pasar intenasional tersebut. Untuk bahan baku sendiri saat ini didatangkan dari sejumlah daerah di Kabupaten Banyuasin. Yakni Muara Karti, Upang, Sungai Sahang, dan Air Saleh.
“Pengiriman dilakukan menggunakan Tongkang, dengan kapasitas 3.000 ikat niah untuk satu tongkang dan pengiriman biasanya dilakukan tiga hari sekali,” katanya.
Ibu tiga anak ini mengatakan, proses pengiriman untuk ekspor sendiri dilakukan melalui jalur darat menuju Pelabuhan Belawan di Batam. Nantinya akan ada agen yang memasarkan lebih lanjut rokok nipah ini ke pasar intenasional.
“Satu kali ekspor dalam sebulan omzet yang dihasilkan mencapai sekitar Rp 30 juta, sementara kalau untuk penjualan lokal sekitar Rp 10 juta,” katanya.
Lebih jauh dikatakanya, ada beberapa proses yang dilalui hingga rokok nipah ini siap jual atau pun ekpor, pertama daun nipah basah tersebut terlebih dahulu harus dikeringkan selama 3-4 hari, kemudian akan pilih ukuran sesuai dan dipotong sesuai dengan permintaan. Sebab, permintaan pasar lokal dan ekpor itu berbeda. Dimana untuk lokal rata-rata ukuran rokok nipah sekita 12-14 cm, sementara untuk ekspor sekitar 9-10 cm.
Selanjutnya, setlah dialkukan pemotongan, maka rokok nipah tersebut akan dilakukan pengasapan dengan menggunakan belerang selama kurang lebih 4 jam terlebih dahulu. Hal tersebut agar rokok nipah lebih tahan lama dan tidak jamuran.
“Khususnya untuk kualitas ekpor harus lebih lebih diperhatikan,” katanya.
Meski tidak mengetahui secara pasti alasan ketertarikan rokok nipah di luar negeri, tapi menurutnya berdasarkan informasi dari sesame pengusaha rokok nipah, dapat menjadi obat penyakit kecing manis, dan sebagainya. Sementara untuk di daerah-daerah lokal dapat dijadikan sebagai obat nyamuk ketika sedang berada di kebun.
Saat ini, setidaknya Siti mempekerjakan sekitar 7 orang untuk membantu produksi rokok nipah di tempatnya, meski demkian upah yang diberikan pun terbilang lumayan dimana rata-rata pekerja menerima sekitar Rp120 ribu per hari.
Sementara itu, Juanda, salah satu agen dari rokok nipah di area tersebut mengatakan, rokok nipah sudah sejak lama menjadi ujung tombak perekonomian warga 3 Ulu. Sedikitnya ada 3 RT yang menjalankan usaha pengolahan daun nipah. Mulai dari kerajinan anyaman, rokok, dan sebagainya.
“Totalnya sekitar 150 pekerja, rata-rata didominasi oleh ibu rumah tangga,” katanya.(jrs)