Serikat Pembebasan Papua Barat yang selama ini dicap pemerintah Indonesia sebagai kelompok separatis kini membentuk tentara baru. Gerakan United Liberation for West Papua (ULMWP) itu diberi nama “West Papua Army (Tentara Papua Barat)”. Tentara baru itu dibentuk di bawah “Deklarasi Perbatasan Vanimo”.
Pemimpin ULMWP, Benny Wenda, mengatakan untuk pertama kalinya tiga faksi yang selama ini melawan militer Indonesia telah bersatu membentuk pasukan baru di bawah satu komando dan menolak label separatis dan penjahat oleh pemerintah Indonesia.
Benny Wenda mengatakan pihaknya siap mengambil alih Papua dan menyerukan dukungan internasional dan domestik. Pihaknya menyambut bantuan apa pun dalam membantu kami mencapai pembebasan kami.
“Indonesia tidak bisa lagi menstigmatisasi kami sebagai separatis atau penjahat, kami adalah negara kesatuan militer dan politik yang sah dalam penantian,” katanya dalam sebuah pernyataan, yang dikutip RNZ dilansir SindoNews, Senin (1/7/2019).
Tiga faksi yang bersatu menjadi “Tentara Papua Barat” ini adalah Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB)—yang terlibat konflik berdarah dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Nduga—, Tentara Nasional Papua Barat dan Tentara Revolusi Papua Barat.
Sebelumnya, TPNPB blakblakan merekrut anak-anak remaja sebagai tentara untuk melawan militer Indonesia. Kelompok itu menyadari bahwa melibatkan anak-anak dalam konlik bersenjata adalah pelanggaran konvensi internasional, namun mereka mengklaim hal itu diperlukan dengan melihat perkembangan yang terjadi di Papua Barat.
Perekrutan anak-anak itu bahkan dipublikasikan sebagai bahan propaganda. TPNPB merilis foto yang menunjukkan anak-anak remaja mengenakan seragam ala militer dan menenteng senapan.
“Anak-anak ini secara otomatis menjadi pejuang dan penentang militer kolonial Indonesia,” kata Sebby Sambom, juru bicara TNPB.
Dia mengatakan sekitar selusin tentara anak berusia antara 15 dan 18 tahun saat ini berjuang untuk kelompoknya di berbagai daerah di Papua.
Kodam XVII/Cenderawasih telah mengecam tindakan TNPB yang merekrut anak-anak remaja sebagai tentara anak untuk melawan militer Indonesia. Kapendam Cenderawasih Kol Inf Muhammad Aidi Nubic menjelaskan bahwa sejatinya bila ada dua atau lebih pihak yang bertikai, maka semua pihak wajib hukumnya untuk memberikan perlindungan kepada anak-anak, wanita dan orang lanjut usia (lansia).
“Apabila ada pihak yang melibatkan anak-anak, wanita dan lansia dalam pertikaian atau pertempuran, maka pihak tersebut telah melanggar hukum HAM (hak asasi manusia) dan Humaniter. Apalagi mereka merekrut dan mengeksploitasi anak-anak di bawah umur,” katanya.