Usai tiga lagu dinyanyikan, grup musik Base Jam dibubarkan sekelompok massa saat acara penutupan Aceh Culinary Festival 2019 di Taman Sultanah Safiatuddin, Banda Aceh, Aceh, Minggu malam (7/7).
Kejadian ini menuai pro dan kontra, Antropolog Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, Banda Aceh, Reza Idria menilai penampilan grup musik ini bagian dari program Pemerintah Aceh.
“Sangat disayangkan ketika aktivitas mereka bisa dihentikan tanpa perlindungan dari kepolisian dan aparatur pemerintah lainnya. Jika ada yang berhak membubarkan satu kegiatan di ranah publik maka itu adalah polisi,” kata Reza dilansir acehkini, Senin malam (8/7).
Reza menambahkan, pembubaran paksa kegiatan yang memiliki izin dapat mencederai pandangan terhadap Aceh dan karakter penduduknya di mata dunia. Selain itu, pembubaran juga tidak sesuai dengan cara-cara yang makruf di kalangan masyarakat Aceh dalam menyelesaikan persoalan.
“Saya harap siapa pun bisa menahan diri, menaati hukum dan mengutamakan dialog jika terjadi perbedaan pandangan,” tutur dia.
Dengan adanya pembubaran paksa tersebut, Reza menilai itu merupakan sebuah bukti bahwa kekuatan kepemimpinan dan penegakan hukum di Aceh sangat lemah.
“Di atas segalanya, peristiwa Minggu malam semakin menegaskan bahwa kepemimpinan dan penegakan hukum di Aceh lemah,” ujarnya.
Sementara itu, Akademisi UIN Ar-Raniry, DR Samsul Bahri, mengatakan yang menjadi perhatiannya dalam peristiwa pembubaran penampilan grup band Base Jam oleh sekelompok massa tersebut adalah kondisi saling dorong menjurus kekerasan fisik.
Menurutnya, syariat Islam itu sangat agung dan tidak boleh direpresentasikan dalam bentuk kekerasan dalam upaya penerapannya. “Termasuk dalam hal pembubaran konser dimaksud,” katanya.
Samsul berharap untuk kedepannya semua hal harus dilaksanakan berdasarkan regulasi yang ada secara tertib. Jika memang konser dilarang, maka para pihak tidak perlu mengundangnya. Sepengetahuannya, sebelum acara keramaian harus mengantongi izin dari polisi maupun rekomendasi dari Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU).
“Jika pemerintah dan ulama di Banda Aceh komit tidak boleh ada konser, maka jangan berikan izin dan rekomendasi sejak awal. Untuk apa diizinkan, lalu nanti ada pihak-pihak yang membubarkannya dengan cara-cara kurang elegan,” jelas Samsul.